Skip to content

Teori Klasik Agama (Bagian 2): Animisme dan Magis menurut E.B. Tylor dan James Frazer

Jika Anda sedang meneliti atau ingin tahu soal-soal terkair magis dan animisme, Anda perlu baca Tylor dan Frazer. E.B. Tylor (w.1917), lahir di keluarga agamis Quaker di London,tapi kemudian keluar dari tradisi agamanya dan beralih kepada “sains ttg masyarakat”, menjelajah Meksiko dan Amerika tengah, meneliti penduduk asli Amerika, dan membaca tentang banyak suku asli termasuk Dayak. Muncullah karya berjilid-jilid “Primitive Culture”, tentang mitologi, filsafat, agama, bahasa, seni, dan adat. Ia kemudian dianggap perintis antropologi, meskipun kajian-kajian budaya sudah ada sejak lama. Menurut Tylor, ada kesatuan pola pikir/psikis di semua masyarakat, dari yang primitif sampai moderen. Perbedaanya cara mereka menggunakan pola pikir itu, dan umat manusia berkembang secara bertahap dari era savage,kejam, lalu barbarik, buas, lalu saintifik. Di masyarakat era primitif, manusia percaya adanya spirit, ruh yang menggerakkan hewan, tanaman, dan segala sesuatu, seperti hanya tubuh manusia. Inilah animisme, yang menurut Tylor, asal mula agama-agama yang muncul kemudian, yang politeistik, lalu monoteistik. Animisme, menjadi dasar filsafat agama-agama, dari yang paling awal sampai yang mutakhir. Tylor memperkuat teorinya dengan membandingkan konsep-konsep Ibrani nephesh, ruach, neshamah, Arab nafs, ruh, Sansekerta atman, prana, Yunani psyche,pneuma, Latin animus, anima, spiritus, dan semua diterjemahkan ke Inggris sbg spirit, ghost. Keyakinan adanya ruh ini, misalnya, ketika seseorang bermimpi, ruhnya meninggalkan jasad, berkeliling, sehingga banyak masyarakat percaya ruh bergentayangan di malam hari. Kepercayaan terhadap ruh-ruh, dan kemudian tuhan-tuhan, termasuk hantu, setan, jin, malaikat, dan semacamnya, menunjukan adanya kesamaan dan kelanjutan kepercayaan akan kekuatan di luar yang nyata. 

James Frazer (w.1941), juga berkebangsaan Inggris, tapi lahir dari keluarga Presbyterian, dan murid Tylor, dan menseriusi antropologi, tapi meneliti budaya Yunani dan Romawi tua. Karyanya berjilid the Golden Bough (Batang Pohon Keemasan, 1890) menjadi karya klasik Magis dan Agama. Tylor dan Frazer percaya pikiran membentuk masyarakat, dan pikiran itu mengalami perkembangan (evolusionisme). Bagi Tylor, animisme kepercayaan paling tua, tapi bagi Frazer, magis lebih tua. Dalam masyarakat primitif, ada dua prinsip magis: peniruan dan kontak. Misalnya, seorang magis meniru suara guntur agar turun hujan. Seorang menusuk boneka yang mirip orang lain untuk maksud membahayakan orang itu. Magis ada yang teoritis (psedo-saintik), ada yang praktis (psedo-seni, yg terbagi lagi jadi magis positif atau dukun dan magis negatif atau tabu. Tapi kemudian, ketika magis itu, ternyata tidak terbukti, mereka beralih kepada agama. Agama, juga percaya ada kekuatan ruh atau tuhan yang mengatur alam, tapi agama tidak mengikuti dua prinsip magis di atas, dan karena itu, lebih tinggi tingkatannya dari magis. Tingkatan selanjutnya, bagi Frazer, adalah sains. Awalnya magis, lalu agama, lalu sains, meskipun yang terakhir ini terbaik, sejarah pemikiran manusia belum selesai. Sebagai ilustrasi, Frazer membuat ibarat jaring laba-laba pemikiran (web of thought) yang terdiri dari tiga benang yang berbeda: benang2 hitam magis, benang2 merah agama, dan benang2 putih sains, dan dalam sains, kita memasukkan kebenaran-kebenaran sederhana, yang diambil dari pengamatan alam, dimana semua manusia di segala zaman memilikinya. Warna benang yang mana yang paling dominan, ada di zaman yang berbeda-beda. 

Tylor dan Frazer memperkenalkan dan mengembangkan kajian ilmiah tentang manusia, yang menjadi etnologi dan antropologi. Dengan mengumpulkan data dari banyak suku di bagian2 dunia yang berbeda, mereka menemukan teori umum tentang manusia. Misalnya, bangsa Ibrani mengikuti Sepuluh Perjanjian dan Musa, lalu ada kemudian banyak manusia pengikut Yesus, dan seterusnya, adalah bagian dari perkembangan dari masa sebelumnya, yang animistik atau yang magis, bukanlah karena hidayah atau wahyu Tuhan. Manusia beragama karena faktor-faktor alami. Tylor dan Frazer juga dipengaruhi teori Evolusi bahwa manusia berkembang dari yang paling sederhana ke yang lebih kompleks. Manusia belajar dari kesalahan-kesalahan masa lalu dan terus memperbaiki diri. Mereka merintis teori intelektualis tentang agama. Artinya, agama adalah soal pikiran, gagasan, keyakinan yang terbentuk untuk memahami lingkungan alam sekitar. 

Kritik-kritik terhadap Tylor dan Frazer antara lain menyangkut metode antropologi yang mereka gunakan. Mereka kurang memperhatikan konteks sosial dan sejarah, lebih banyak data oral, dan terlalu jauh mengambil kesimpulan umum. Mereka dipengaruhi evolusionisme ketika menjelaskan animisme dan magis sebagai bentuk paling awal, lalu politeisme, lalu monoteisme, padahal animisme, dan politeisme pun masih ada di zaman sains moderen. Kritik lainnya, apakah benar faktor pikiran paling penting dalam munculnya agama-agama? Bukankah ada faktor ritual, sosial, politik, dan lain-lain, yang juga bisa saja menjadi faktor kemunculan agama-agama. 

Meskipun dikritik, Tylor dan Frazer menjadi perintis ilmu pengetahuan mengenai animisme dan magis. Siapapun ilmuwan yang membahas dua konsep ini, baik di masa lampau, maupun di zaman kontemporer, mereka harus lebih dulu membaca keduanya.

Published inTeori dan metode studi agama (theories and methods in the study of religion)